Tubuhnya tinggi kurus, kacamatanya minus tebal, kemana-mana selalu membawa ukulele, ya dialah sosok idealis yang berjuluk Mr. Pepenk. Dari pagi sampai sore kita bisa melihat aksinya di bus Patas 2 untuk mengamen. Dia tidak pernah takut pergi kemana-mana walau dikantung tak sepeserpun uang tersisa selama masih ada teman setianya yang sangat berjasa, si ukulele butut. Suaranya yang khas, lagu-lagu parodinya yang selalu menggelitik dan kadang menyentil membuat kehadirannya selalu ditunggu-tunggu para penumpang yang rutin memakai jasa bus kota.
Pada suatu hari para penumpang bus patas 2 merasa kehilangan, pasalnya Mr. Pepenk tidak tampak batang hidungnya. Sehari dua hari para penumpang mencari-cari tapi dia tetap tidak muncul juga. Seminggu, sebulan, setahun Mr Pepenk seolah hilang ditelan bumi. Lama-kelamaan para penumpang mulai melupakannya. Mungkin dia pulang kampung, mungkin dia pindah jalur bis yang lebih banyak memberikan recehan atau bahkan ada yang menduga bahwa Mr. Pepenk ditembak polisi atau berkelahi dengan preman yang berujung maut. Apapun yang terjadi kita semua cuma bisa menduga-duga. Waktu berjalan begitu cepat, pengamen datang dan pergi silih berganti. Masing-masing membawa cerita hidupnya masing-masing. Begitu juga para penumpang, ada yang masih setia dengan bus patasnya, ada yang mulai kredit motor dan ada yang kalah karena di PHK atau karena sebab-sebab lain yang kompleks. Ibu kota dengan segala hiruk pikuknya bagaikan lampu neon di malam hari, selalu mengundang laron untuk datang. Warna-warni pesonanya selalu menarik setiap orang untuk menghampiri walau tidak sedikit yang tahan dengan panasnya lantas terbakar dan mati. Hidup terus mengalir, musim kemarau, musim hujan, banjir, musim kemarau lagi begitu seterusnya … Jakarta berlari makin cepat, semua terengah-engah berupaya mengejarnya. Jutaan orang tertinggal dan terduduk sepi dipinggir-pinggir kesempatan yang ringkih.
Siang hari dipertengahan musim penghujan para penumpang bus patas 2 tiba-tiba bersorak ketika sosok tinggi kurus menaiki bus dan langsung melantunkan sebuah lagu. Suara khasnya melengking, para penumpang bertepuk tangan. Pak sopir berkali-kali melirik sambil tersenyum. Mr. Pepenk telah kembali. Kerinduan para penumpang membludak seakan kekasihnya yang lama hilang telah kembali kedalam pelukan. Dia dielu-elukan seakan penyanyi pujaan yang come back. Selanjutnya, hari demi hari penumpang bus tidak lagi suntuk, perjalanan pergi dan pulang kerja selalu ditemani suara khas Mr. Pepenk. Dia telah kembali mengisi hati para pengagumnya dengan keceriaan.
Biasanya orang terusir dari kota metropolitan lantaran kalah bertaruh nasib. PHK, usaha bangkrut dan bermacam-macam sebab yang membuat orang pulang kampung halaman sebagai orang kalah. Mereka tidak mendapat tempat di kota yang selalu menyisakan kursi empuk buat orang-orang tegar dan sukses. Tapi kenapa Mr. Pepenk kembali lagi ke Jakarta, bukankah dia telah kalah setahun yang lalu? Ternyata kita salah memprediksi, Mr. Pepenk ternyata justru kalah di kampung halamannya atau lebih tepatnya kampung halaman istrinya. Setahun yang lalu dia pulang kampung dengan membawa segepok uang hasil mengamen buat dipersembahkan kepada anak dan istri tercinta. Setelah berembug maka disepakati bahwa uang tersebut dipakai modal untuk bertanam bawang merah. Desa mereka sejak dulu memang terkenal sebagai lumbung komoditas bawang merah. Mr. Pepenk yang tidak punya pengalaman di bidang pertanian pun tidak mau kalah. Dia menjadi petani kagetan. Mereka sekeluarga berhitung dan berandai-andai berapa keuntungan kelak dari hasil panen yang akan diraup. Tapi apa mau dikata, dua bulan setelah tanam, cuaca berkata lain, kampung mereka yang selama ini tidak pernah terkena banjir, malam itu diterjang banjir bandang. Tanpa mengenal kasihan diterjangnya rumah-rumah penduduk, sawah-sawah dan ladang. Semua habis dalam hitungan menit. Global warming effect. Harapan dan cita-cita yang telah dipelupuk mata, menguap. Mereka pun kandas. Mr. Pepenk terduduk diam, matanya berkaca-kaca. Harapan untuk berkumpul dengan anak dan istri untuk jangka waktu lama tampaknya bakal tertunda lagi. Dia harus memulai segalanya dari nol yang berarti balik ke Jakarta mengumpulkan receh demi receh di atas bus kota, seperti tahun kemarin.
“Berlarilah dan terus tertawa. Bahwa dunia tak seindah surga. Bersyukurlah pada yang Kuasa. Cinta kita kita di dunia …. Selamanya, selamanya …..”, lengking suara Mr Pepenk menyanyikan lagu Nidji. Lagu yang dinyanyikan dengan emosional itu seolah mewanti-wanti dirinya sendiri agar selalu tegar, agar selalu ceria menjalani hari-hari yang keras. Semua lagu pasti ada akhir. Mr. Pepenk diam-diam menerawang, wajah anak dan istrinya samar-samar muncul, melambai-lambai. “aku akan datang wahai para terkasih, aku akan datang dengan harapan baru …”, gumamnya pelan. Lantas ia pun turun dari bus sambil tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada penumpang, kondektur dan pak sopir. Berlari, melompat berganti bus kota yang lain. Persetan dengan klakson mobil mewah yang hampir menabraknya. Dari kejauhan suara khas Mr. Pepenk melengking bersenandung di bus lain. Suaranya samar, makin jauh dan hilang ditelan raung hiruk pikuk lalu lintas yang menyalak-nyalak minta didahulukan. sementara itu di ufuk barat mendung semakin menggelayut menunggu waktu untuk ditumpahkan ke bumi…
Kampung Tengah, 24 Februari 2009
Jam 19.41 wib
Mr. Pepenk Profile:.
Nama asli : Didik Revolusiyanto
Tempat & tgl. Lahir : Malang, 13 Juni 1968
Track Records :
1. Aktor teater Satu Merah panggung, tahun 1996.
2. Aktor teater Pas, tahun 1997
3. Pantomime, di Plaza Carefour, Goro, Plaza Senayan, tahun 1998
4. Sutradara teater Pedal, 1999
5. Juara 1 musik jalanan solo se Indonesia, tahun 2000
6. Juara 2 musik jalanan ukulele se Jabodetabek, TMII, tahun 2000
7. Acara dikampus, TIM, LSM dan umum dengan music ukulele Plesetan Nusantara, tahun 2001 – 2002
8. Astrada Teater Wijaya kusuma bersama Tio Jarot, tahun 2003
9. Peran pembantu di film Baju Baru untuk Rahmat, tahun 2004
10. Peran utama film independen berjudul “Untuk Nisa”, tahun 2004
11. Bintang tamu di Salon Oneng sebagai bapaknya banci, tahun 2005.
12. Sebagai hansip dalam film “Siluman Kera”, tahun 2005
13. Sebagai suami si Gendut dalam film “Dusun Kita”, tahun 2005
14. Sebagai si Karto dalam film garapan sutradara Hasan Bo, tahun 2005
15. Actor monolog terbaik versi FTI (Federasi Teater Indonesia), tahun 2007
16. Sebagai Penasihat pangeran dalam Bawang Merah Bawang Putih Bawang Bombay, Sutradara Yose Rizal manua, teater Tanah Air, tahun 2008
17. Juara group lawak di TMII, tahun 2007
18. Juara Favorit lawak monolog, radio SK, tahun 2005